Poker Online indonesia | Poker online terpercaya

Napak Tilas Savana Bromo

Poker Online Indonesia - Akhirnya saya bisa sampai juga ke Gunung Bromo pada Agustus 2011 lalu yang bikin adventure-nya semakin berasa adalah ketika saya masih ada di jalur awal saat baru mau mulai menuju ke atas, tempat wisata Gunung Bromo. Saya agak lupa nama salah satu jalur alternatif yang saya lewati. Seingat saya, mobil saya belok dari Malang ke arah kanan memasuki sebuah jalan alternatif menuju Gunung Bromo.

Poker Online Indonesia

Saya start naik jam 8 malam, saya melewati perkampungan yang benar-benar gelap gulita dan jarak antara satu rumah dan lainnya lumayan berjauhan. Kanan-kiri benar-benar gelap sehingga tidak terlihat apa-apa. Sesekali saya melihat orang melintas atau bersepeda sendirian di malam itu. Berani sekali pikir saya. Saya tidak menemukan satu pun toko atau keramaian, malah saya menemukan beberapa serigala yang melintas di pinggiran jalan yang gelap itu. Benar-benar serigala, saya sampai takjub sendiri melihatnya, maklum di kota-kota besar mana ada pemandangan langka seperti itu.

Poker Online Indonesia

Sejauh yang saya bisa lihat ternyata kanan dan kiri saya adalah rawa dan sawah. Semakin saya naik, suasana semakin gelap. Ketika akhirnya saya menemukan penginapan murah dan bersih, saya merasa agak bodoh karena menolaknya dan memutuskan untuk terus lanjut naik ke atas. Ternyata perjalanan masih menempuh waktu kurang lebih 2 jam dengan kondisi jalan yang semakin berliku dan hawa dingin luar biasa menusuk kulit dan kanan kiri saya ternyata jurang terjal. Jadi, ibaratnya saya sedang melintasi jalan aspal di tengah jurang tanpa ada pembatas jalan yang safe dan itu benar-benar malam yang sepi. Wah, itu cukup membuat saya berdoa sepanjang perjalanan.

Poker Online Indonesia

Seluruh penginapan yang ada ternyata full, bukan oleh turis domestik tapi justru dipenuhi bule-bule Jerman yang datang menggunakan mobil jemputan, akhirnya saya menyewa guest house yang ditawari oleh para calo di sana seharga Rp300.000,-. Guest house saya di pinggir jalan di bawah hotel cemara yang indah. Mirisnya, keesokan harinya saya baru tau kalau harga sebenarnya cuma Rp75.000,- per malam. Tapi, yasudahlah nggak masalah yang penting bisa tidur tapi jangan berharap bisa mandi, mau disediakan air bersih pun saya tidak akan mandi karena itu adalah udara terdingin yang pernah saya rasakan seumur hidup saya. Sempat terlintas hawa belerang yang menyengat dan sukses membuat saya batuk-batuk serta sesak napas. Untungnya itu cuma sebentar saja, ya anggaplah ucapan selamat datang.

Keesokan harinya sekitar jam 8 pagi saya mulai jalan menelusuri gunung dan savananya. Savana itu gurun pasir yang luas, harus kita lewati jika kita mau sampai ke Gunung Bromo dan Batok. Saya tempuh dengan berjalan kaki, itu sih gila banget, saya sukses mutung karena saya nggak prepare apa-apa. Hanya pakai celana pendek plus jaket, dan sandal jepit pula. Ternyata di sana panasnya gila-gilaan tapi nggak terlalu berasa karena tersamarkan oleh hembusan udara di gunung yang tetap dingin.

Sebenarnya bisa saja kita menyewa jip seharga Rp300.000,- untuk smpai ke seberang tapi saya pikir itu akan sia-sia karena nggak bisa menikmati gurun pasir tepatnya gurun debu vulkanik deh. Jalanan ini benar-benar tertutup debu vulkanik akibat letusan Gunung Bromo kira-kira setahun yang lalu. Semua tanaman layu dan rusak, padahal sebelum Bromo meletus, pemandangan di sana aduhai banget. Tanaman segar dimana-mana. Oh iya di tengah-tengah gurun itu terdapat pura kecil, pura itu digunakan suku setempat, yaitu Suku Tengger untuk melaksanakan ritual adat upacara Kasadha yang rutin mereka lakukan setiap bulan suroh. Upacara ini terbuka bebas bagi siapapun yang ingin melihatnya dan itu tentu menjadi sasaran para turis. Sayangnya ketika saya ke sana upacara itu baru akan dilaksanakan 2 minggu kemudian.

Karena sudah lelah berjalan jauh di tengah gurun itu saya nggak kuat lagi untuk menaiki Gunung Bromo yang medannya sangat menanjak dan semua akses jalan tertutup pasir yang semakin siang semakin panas. Saya cuma kuat naik setengah perjalanan kemudian saya turun lagi, lain waktu saya pasti akan naik sampai ke puncak.

Saya kembali ke seberang menggunakan ojek motor, ada sih ojek kuda tapi harganya mahal. Badan saya, jaket, celana, rambut, dan kaki saya semuanya tertutup abu vulkanik akibat nekat jalan melewati savana ganas nan indah itu. Tapi, saya tidak menyesal karena itu pengalaman yang keren banget buat saya.

Di perjalanan pulang sekitar pukul 13.00 WIB barulah saya bisa melihat jalanan yang saya lalui semalam, ternyata memang benar-benar indah. Jurang-jurangnya, pohon-pohon pakunya, pinus, dan pemandangannya nggak akan terbayar oleh apapun.

No comments:

Post a Comment